Bismillahirohmanirohim
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ijinkanlah Hari ini hari Rabu tanggal 10 Maret 2021 dengan rendah hati saya akan menuliskan silsilah saya bahwa saya Saya mempunyai keluarga besar dari keturunan kakek saya atau yang Kakung saya ya ng Hardjosoedarmo.
Yang mana beliau dulu kala tinggalnya di desa kecil yang bernama Gunung Mojo Ringin putih Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten
Yang hardjosoedarmo atau mbah gunung Mojo beliau zaman Belanda menjadi pejabat sinder tebu di daerah ah Solo Madu Dan Tasikmadu daerah Solo Karto belan Timur
Beliau menjabat pada masa pemerintahan kolonial Belanda tahun 1945 Ma beliau sangat terpandang di wilayah tersebut karena termasuk orang yang berada atau kaya kadang-kadang kalau saya datang bersama ibu gunung Mojo kami dipanggil il Den Bagus dan den ayu adalah sebutan mulia untuk orang-orang di desa pada zaman itu
Hardjosoedarmo bin Joyo Tani, mempunyai anak lima diantaranya 4 wanita dan 1 laki-laki.
Yang nomor satu Bude Karto di Telogo Randu, yang kedua Sutami tinggal di Ringin putih, yang ketiga Suyati tinggal di dimoro Karangdowo yang keempat bule Suhar yang tinggal di karangwungu dan yang nomor 5 Ma yang tinggal di Yogyakarta
Atmosuyoto adalah ah nama besar orang tua saya yaitu itu bapak martopo bin Kerto Muhammad dan ibu surat binti hardjosoedarmo mempunyai anak 6 bersaudara
1 Sukardi, telah wafat ketika usia 12 tahun atau kelas 6 SD di Moro Karangdowo Klaten
2 Suntoro atau Surojo ,
3 Endang Sudarmi nomor
4 Djarwadi nomor
5 Selamet Sukoco nomor
6 Joko Utomo
Bapak atmosuyoto menikah dengan Ibu Suyati semasa masih penjajahan Belanda
Bapak saya sebagai pejabat dulu desa kelurahan Karangdowo menggantikan almarhum Kakek kami almarhum Kerto Muhammad
Kehidupan keluarga atmosfer Pada masa itu cukup baik karena sebagai punggawa Kelurahan mendapatkan bengkok satu hektar tanah sawah untuk digarap jadi dengan hasil dari bertani tersebut bisa cukup untuk membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya pada saat itu kondisi di desa sangat memprihatinkan sekolahan pun masih jauh jalan masih becek sebulan di desa hanya sampai SD saja untuk sekolah ah ke SMP mesti harus pindah ke kota besar seperti di Klaten di Jogja atau di Solo jadi di menjadi tantangan besar di kala itu untuk menyekolahkan anak-anaknya karena budaya saat itu adalah cukup sekolah sampai tingkat SD saja lalu membantu orang tua 2D sawah dan bagi Bapak atmosfer bodoh tidak mau situ tetap bersikeras bersama ibu untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga menyekolahkan SMP seperti Mas suntoro atau surojo dan Endang Sudarmi sekolah SMP di Jogja dan dititipkan mondok di tempat kediaman balik kami Suryo Purnomo yang bertempat tinggal di Jogja di train yaitu di belakang yang pabrik Tarumartani cerutu
Bayangkan tahun 1960-an Bapak saya sudah harus menyekolahkan kedua anaknya ke Jogja yang mana Mesti tiap bulan harus mengirim uang dan beras untuk mondok di Jogja Jadi Bapak saya samping bertani juga memelihara kerbau dan sapi untuk menarik gerobak gerobak Karena pada saat itu kendaraan angkutan di kampung hanya gerobak yang ditarik dengan sapi untuk membawa barang-barang rumah atau Mengangkut hasil bumi atau mengangkut minyak tanah karena minyak tanah di Seblay dari daerah Jabal yang jaraknya sekitar 7 km dari rumah Kita patut bersyukur dan apresiasi kepada bapak dan ibu saya yang kerja anak-anaknya agar maju
Kakak saya yang nomor satu bernama Sukardi kanan cerita bapak dan ibu Riau setelah wafat pada usia muda belia yaitu sekitar umur 12 tahunan dia sudah masuk SD kelas 6 waktu kecilnya dia minta oleh tali beli Saya dari beli Sumarto di Krandon beliau adalah orang yang sukses berhasil usahanya mempunyai tenun tanpa mesin tenun lurik zaman dahulu karena tipe dan sangat terkenal hasil produksi si peneliti tersebut Lalu setelah sakit maskardi pulang ke rumah Didi Ngoro Karangdowo menurut ceritanya Bapak dan Ibu Katanya sakit tipes karena zaman dahulu dokter juga susah apalagi rumah sakit jalannya jauh sampai ke Klaten itupun ditempuh jalan kaki atau sepeda pun juga sudah jarang akhirnya gilanya tidak terselamatkan inalilahi wainalilahi rojiun.
Indo kakak yang kedua 25 surojo atau panggilannya suntoro 4 sekolah ah ke Jogja tinggal kuliah di UGM namun entah kenapa gagal tidak bisa sampai lulus mondok di tempat pak Suryo Purnomo akhirnya sempat mengadu nasib sekitar tahun 1960 an an tempat ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan beliau nebeng di tempat kediaman Om Warsito dia adalah ah putra dari Mbah Lurah karasan cukup lama juga di Jakarta yang lebih 2 tahun Kun tidak dapat pekerjaan juga k-wave airnya nya Mas untoro bergabung dengan organisasi si si yaitu Partai Indonesia Raya atau partindo saat itu tahun 1965 di Jakarta terjadi kerusuhan yaitu gerakan 30 S PKI entah kenapa partindo tersebut yaitu pimpinan asmarahadi dia adalah asisten Bung Karno tiba-tiba partai disebut didemo dan diserang oleh tapi kami yang mengindikasikan bahwa partindo terlibat gerakan 30 S PKI lalu bakso Rejo Alhamdulillah ceritanya bisa selamat bisa kabur dari markas padi disebut lalu pulang ke ke rumah sendi moral Karangdowo lalu bisa kerja dirumah dan tidak banyak kegiatan pasirnya memutuskan untuk kuliah kembali di Klaten mengambil jurusan pgslp 1 tahun lalu bisa mengajar SMP setelah lulus mencari pekerjaan ke Semarang karena pusatnya gubernuran di Semarang akhirnya dapat pekerjaan yaitu itu di di Tegal yaitu daerah kemantran di sana ada lowongan guru SMP lalu Mas Rojo bekerja sebagai guru di Tegal Al oleh karenanya tinggalnya di daerah pedesaan akhirnya di sawah jadi Lagi mengajar sorenya ke sawah Wah ternyata begitu namun kelamaan setelah ngajarnya pindah ke kota Tegal yaitu di SMASH Tegal di situ ketemu saudara namanya apa jasmadi beliau kepala sekolah Smart asalnya dari Cawas ya alhamdulillah Senang Hatinya ketemu orang dari Setu kampung
Selanjutnya nya akhirnya Mas surojo menikah bungan Mbak mati yang konon ceritanya masih ponakan yaitu butuhnya Mas Jono tinggalnya di Solo dan punya cerita bahwa enggak mati adalah cucu dari Pakde kakaknya Bapak jadi masih keluarga harga ya ndak apa-apa akhirnya semuanya baik-baik saja oleh karena sudah cukup lama menikah di Tegal belum mendapat momongan diputuskan untuk mengambil anak ndak kebetulan masih ada saudara juga yaitu anaknya Mas Wid karangwungu butuh dari Mbah Suro Putri yang terakhir anak yang ke 10 atau berapa apa perannya karena ekonomi mungkin saat itu lalu diambil oleh Mas Jojo dan Pak Mardi diijinkan hanya perempuan tersebut diberi nama SD dan alhamdulillah SD menjadi anak yang baik anak yang sholeh tumbuh besar sekolah di Tegal lalu kuliah di Jogja di pertanian selanjutnya setelah lulus ia bekerja di Pekanbaru dan sebelumnya sudah punya pacar Mas Jati dari Jogja konon kakak kelas Waktu kuliah dan menikah ah jangan dilupakan tahun berapa Apa selanjutnya pindah tinggal di Pekanbaru keluarga Mas Jati dan SD mempunyai anak tiga yaitu itu ya rayya adiknya dan Dan Kita cita perempuan
Bos suntoro atau surojo meninggal pada usia 64 tahun di Tegal di perumahan Mejasem dan dimakamkan di Tegal lalu tinggal Ibu mati sendiri dan sekarang jumardi tinggal di di Palembang kebetulan SD pindah ke Palembang oleh karena masa pandemi covid 19 sudah di Palembang tidak bisa pulang ke Tegal yang lebih kaya begitu
Comments
Post a Comment